Assalamualaikum warahmatullah Wabarakatuh
Mengutip dari Ali Muhamad Ashalabi ”Sejarah senantiasa berulang”, dari kutipan tersebut kita mengetahui bahwa kehidupan itu ibarat roda, ada saaatnya berada diatas tetapi juga terkadang dibawah. Begitu pula sejarah yang memiliki masa kejayaan dan masa keruntuhan. Meskipun daulah Turki Utsmani sangat kuat dan dapat bertahan berabad-abad lamanya, pada akhirnya daulah tersebut tiba pada masa kemunduran. Kesultanan Utsmaniyah meninggalkan jejak yang tak sedikit dalam sejarah Islam. Sebagai salah satu daulah terbesar, Utsmaniyah berhasil menguasai dan memperluas wilayah sebaran Islam.
Turki Utsmani merupakan imperium yang meiliki usia sangat Panjang dan wilayah yang sangat luas sekaligus kekhalifahan umat islam yang terakhir.Turki utsmani itu dibagi menjadi 2 masa yaitu masa kesulthanan dan masa kekhalifahan, masa kesulthanan itu sebelum masa sultan selim dan masa khalifah setelah sultan selim.
Kejatuhan Turki Utsmani merupakan proses sejarah panjang dan tidak terjadi secara tiba-tiba. Kiprahnya dalam panggung sejarah selama lima abad (akhir abad ke-13 hingga awal abad ke-19), merupakan fase yang pasang-surut. Dengan demikian, kejatuhan imperium besar ini merupakan akumulasi dari sejumlah kondisi sebelumnya.
Perjalanan sejarah Kesultanan Turki Usmani dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu zaman ekspansi (1326-1451), zaman kejayaan (1452-1568), zaman kemunduran dan keruntuhan (1569-1924). Ada tiga faktor pendukung yang menyebabkan runtuhnya Kesultanan Turki Usmani. Pertama, munculnya konflik intern yang tidak dapat diselesaikan. Kedua, serangan pasukan negara-negara Eropa. Ketiga, gerakan makar politik Zionis dan Freemasonry terhadap Kesultanan Turki Usmani. Di antara tiga faktor itu maka faktor yang terakhirlah yang memainkan peranan paling penting sebagai penyebab utama runtuhnya Kesultanan Turki Usmani.
Walaupun konflik dan serangan militer negara-negara Eropa membuat Kesultanan Turki Usmani lemah, namun kedua hal ini tidak menjadikannya runtuh. Runtuhnya Kesultanan Turki Usmani adalah hasil dari, usaha gerakan-gerakan politik yang muncul di Turki, yaitus Gerakan Turki Muda, Gerakan Ijtihad Wattaroqqi dan gerakan politik yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Pasha. Ketiga gerakan di atas merupakan ‘Mantel’ dari gerakan Freemasonry yang ada di Turki. Ketiga gerakan itu mempunyai ciri yang sama dengan Gerakan Freemasonry yaitu mendirikan negara nasional yang sekuler. Alasan utama Gerakan Freemasonry dan Zionis untuk meruntuhkan Kesultanan Turki Usmani adalah untuk menguasai negeri Palestina yang merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Turki Usmani. Daerah ini akan dijadikan negara bagi bangsa Yahudi. Selama Kesultanan Turki Usmani masih ada maka cita-cita Zionis dan Freemasonry tetap mengalami hambatan dan rintangan.
Pada akhir abad ke-18 serangan negara-negara imperialis Eropa semakin gencar dilakukan melalui perang pemikiran atau biasa dikenal dengan istilah ghozwatul fikri. Perang pemikiran tersebut menyebabkan munculnya nasionalisme Turki dan Arab yang membuat Turki Utsmani terpecah-belah.
Keadaan tersebut menyebabkan gerakan pembaharuan dalam Islam untuk menyatukan seluruh kaum muslimin di bawah payung Islam yang dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani. Namun usaha tersebut tidak berhasil ketika wilayah Turki Utsmani dijajah oleh negara-negara Eropa. Mustafa Kemal Pasha kemudian muncul untuk mengadakan pembaharuan yang mengacu pada Barat. Tanggal 3 Maret 1924 Mustafa Kemal Pasha berhasil meruntuhkan kekhalifahan Turki Utsmani. Sebagai proses pembaratan, Mustafa Kemal Pasha menerapkan sekulerisme di negara Turki yang dilakukan secara ekstrim. Bahkan perluasan sekulerisme rezim Kemalis telah melampaui Islam formal yang terlembaga. Sekulerisasi yang dilakukan secara ekstrim terlihat dari pengambilan secara menyeluruh hukum-hukum dan kebudayaan Barat di Turki.
Pada masa itu terlihat bahwasanya orang-orang muslim dijauhkan dari Al-qur’an, dijauhkan dari nilai-nilai agama, diserang dan dirusak moral masyarakat terlebih para pemuda pada waktu itu dengan pemikiran sekulerisme dan budaya barat.
Diketahui bahwa kelemahan para sultan yang memimpin, membuat Turki Utsmani sangat rentan dengan terjadinya degradasi moral dan aqidah. Betapa tidak, wilayah kekuasaan yang sangat luas tanpa ditunjang oleh kemampuan atau kecakapan pemimpin, pada gilirannya berimplikasi pada lemahnya kekuatan politik. Bahkan membawa efek buruk pada perekonomian dan berbagai sendi kehidupan sosial umat. Kondisi Turki Utsmani ini umumnya dialami dinasti-dinasti Islam sebelumnya sekaligus menjadi faktor penyebab mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh.
Dari uraian diatas kita dapat mengambil pelajaran merusak suatu bangsa bahkan suatu imperium besar itu dapat dengan strategi menyisipkan ideologi sekuleris dan diterapkan budaya-buda barat sebagai kiblat perilaku dan tingkah anak muda, dijauhkan dari Al-qur’an, nilai agama dan merusak para pemuda dengan hiburan dan kesenangan yang melenakan yang menjadikan jauh dari agama, oleh karena itu kita sebagai umat islam harus berusaha melawan ghozwatul fikri yang marak kita temukan secara tidak sadar karena, pernah ada satu kutipan yang masih saya ingat bahwa merusak satu negara atau peradaban maka rusaklah Wanita dan para pemuda.
Penulis : Ustadzah Intan Ratnasari