Assalamualaikum warahmatullah Wabarakatuh
“konstantinopel yang akan menaklukanku, atau aku yang akan menaklukan konstantinopel.” Kalimat ini merupakan kalimat yang popular dan sering di tulis dalam buku-buku sejarah. Kalimat yang keluar dari lisan Sultan Muda berusia 21 tahun yang atas izin Allah SWT ia berhasil menjadi penakluk konstantinopel, bukan yang ditaklukan konstantinopel. Kalimat ini bukan sekedar omong kosong belaka. Ada peristiwa-peristiwa yang melatar belakangi ucapan Sultan Mehmed II terseut.
Di awal kepemimpinannya, Sultan Mehmed II menghadapi masa-masa yang sulit. Sebagaimana diketahui bahwa pengangkatan Sultan Mehmed II sebagai sultan pada tahun 1451 bertepatan dengan usianya yang baru 19 tahun. Sultan Mehmed II yang baru menginjak fase remaja awal namun telah diamanahi tahta kesultanan dalam wilayah sebesar kesultanan Utsmani tentu menimbulkan banyak perdebatan. Apalagi dengan adanya orang-orang munafik dalam pemerintahan yang gemar memprovokasi.
Tahta kesultanan yang diduduki Sultan Mehmed II kala itu teramat penting baginya. Bukan karena ia gila tahta, dan cinta kekuasaan, melainkan karena tahta itu adalah amanah besar dari ayahnya yang jangan sampai jatuh pada orang yang salah dan akan membawa kerusakan. Amanah untuk malnjutkan Kesultanan Utsmani dengan sistem yang murni dan terjaga kesesuaiannya dengan syari’at Islam telah dipukulkan pada Sultan Mehmed II semenjak kecil. Kedua orang tuanya sangat serius menempa dan mendidik Sultan Mehmed II dari berbagai aspek baik keimanan, pengetahuan umum, bahkan sampai taktik perang. Selain itu orang tua Sultan Mehmed II juga mengirim Sultan Mehmed II pada guru-guru terbaik yang dapat mengasah dengan tajam mental dan fisik Sultan Mehmed II agar tumbuh menjadi kesatria tangguh dan beriman kokoh. Semua itu menjadi alasan kuat bagi Sultan Mehmed II untuk sebisa mungkin mempertahankan tahtanya.
Tak mau mengulur waktu, di awal-awal masa kepemimpinannya Sultan Mehmed II langsung melancarkan sebuah proyek bersar yang berjudul “Penaklukan Konstantinopel.” Proyek yang sudah sering diusahakan dan diimpikan oleh Sultan-sultan sebelumnya namun tak kunjung menemui hasil, karena saking sulitnya
Berbagai kecamanpun datang. Sultan Muda, tak banyak pengalaman, baru memulai pemerintahan, sudah mau menjalankan proyek besar? Mending kalua berhasil, kalau tidak? Hanya membuang-buang waktu dan tenaga. Kas keuangan akan banyak terkuras. Pasokan alat militer dan jumlah prajurit perang akan berkurang drastis.
Setiap orang dalam pemerintahan berada dalam kecamasan masing-masing. Orang-orang munafik takut jika operasi ini berhasil dan akan berdampak pada jabatnnya di dalam pemerintahan. Sedangkan orang-orang yang setia pada Sultan Mehmed II pun takut jika operasi ini tidak berhasil maka kepercayaan masyarakat kepada Sultan Mehmed II sepenuhnya akan jatuh pada orang-orang munafik dan zalim. Sultan Mehmed II sadar akan hal itu. Namun bukan waktunya untuk meragu. Operasi itu dilaksanakan selain untuk mewujudkan basyarah Rosulullah SAW, jihad fisabilillah, dan amanah dakwah, tapi juga merupakan operasi untuk menaklukan kesultanannya dan mengambil hati orang-orang yang meragukannya. Sebegaimana komentar dari Halil Inalcil, “Penaklukan Konstantinopel bagi Sultan Muda ini di waktu yang sama juga merupakan penaklukan kesultanan.” Sultan Mehmed II tidak main-main dalam usahanya menaklukan Konstantinopel. Ia siapkan pasukan terbaik, taktik terjitu, ilmu termutakhir, mental yang kuat, semangat yang membara tak lupa juga keimanan yang kokoh. Hingga biidznillah, pada tanggal 23 Mei 1453 Konstantinopel jatuh ke dalam kekuasaan Turki Ustmani.
Kembali kepada kalimat “konstantinopel yang akan menaklukanku, atau aku yang akan menaklukan konstantinopel.” Kalimat tersebut lahir lantaran jika saja Sultan gagal melakukan Konstantinopel, sultanlah yang akan takluk. Dalam artian kehilangan kepercayaannya bahkan sampai kehilangan tahtanya. Maka dari itu seberusaha mungkin Sultan bertekad untuk mampu menaklukan Konstantinopel saat itu juga. Sebeb besar kaitannya dengan keberlangsungan kepemimpinannya.
Belajar dari kalimat tersebut, ada pesan penting bagi kita generasi muda. Sebagaimana kata ustadz Edgar Hamas bahwa setiap kita memiliki Konstantinopelnya masing-masing.
Jika di implementasikan pada kehidupan kita saat ini akan menjadi: Hawa nafsu yang akan menaklukan kita, atau kita yang akan menaklukan hawa nafsu? Rasa malas yang akan menaklukan kita atau kita yang akan menaklukan rasa malas? Ingin menjadi apa kita dalam kehiduan ini? Penakluk atau yang ditaklukan? Jika ingin menjadi penakluk, maka usaha kita harus kuat seperti kuatnya Sultan Mehmed II. Kuatkan keimanan, kuatkan keilmuan, kuatkan mental, kuatkan aksi, hingga sekuat apapun tipu daya setan dan jerat-jerat nafsu dunia untuk menaklukan kita, tak kan pernah mempan. Sebab kitalah yang akan menaklukannya.
Penulis : Ustadz Kuncoro Dwi Pamungkas., S.Pd